Setelah rutin visit ke Aceh, mulai pelayanan yang lalu dengan pemutaran film Yesus, pelayanan pribadi, pemutusan ikatan okultisme, doa penyembuhan yang dilanjutkan dengan pembagian Alkitab dan belajar Alkitab melalui kelompok-kelompok kecil, dari Aceh Singgil merebak ke pulau-pulau. Di Subulusalam mulainya lalu ke Siompin, Mandumpang, Sikeras, Kutakarangan, Tubu-tubu, Sosor, Tuhtuhan, Hutatinggi, Biskang, Kuningan dan terus merebak, dan akhirnya ke Aceh Selatan. Dari Subulusalam ke Tapaktuan, Meulaboh, Sinabang, Pulau Somad, Trumon, Bakongan dan banyak kota-kota kecil lainnya, bahkan di Takengon sempat buka 13 kelompok sellgroup. Tuhan sudah membimbing kami untuk pindah dari Medan ke Sidikalang, karena letak Sidikalang yang cukup dekat dengan daerah-daerah Aceh. Dii Sidikalang kami menemukan rumah besar. Yang harganya murah, serta memiliki 7 kamar dan ruangan yang besar-besar. Kami pun pindah kesana, yak arena itu tadi letaknya yang strategis, dekat dengan Subulusalam. Di sini bahkan lebih banyak kelompok-kelompoknya belajar Alkitab. Yang pada umumnya mereka tidak pernah melihat dan mengenal Alkitab apalagi membacanya. Hal ini bisa terjadi karena tidak ada yang menjualnya di sana. Ini membuat mereka bersemangat untuk berani membuka sellgroup dan persekutuan doa dan ibadah minggu. Sehingga yang tadinya hanya satu gereja yang diizinkan berdiri yaitu di Kutakarangan, secara diam-diam dengan pertolongan Roh Kudus orang-orang yang belajar Alkitab ini akan membuka kelompok-kelompok sellgroup lainnya, yang menjadi cikal bakal gereja yang menjadi 26 gereja di Aceh Singkil.
Namun yang menjadi masalahnya pada saat itu ialah, tidak adanya pemimpin kelompok. Setiap perjalanan mulai dari Subulusalam ada beberapa kelompok. Aceh Singkil, Siompin, Mandumpang, Sikeras, Hutatinggi, Partabas, dan di desa-desa sampai ke Biskang, juga ada di Sosor. Beberapa kali pemutaran film. Sehingga semaksimalnya kami datang tetap saja kurang, mereka juga sering kecewa serta berkata, “ibu kok lama sekali datang?, ketika ibu datang aku sangat senang, hatiku bergelora, imanku melambung tinggi tetapi karena ibu lama datang, kini imanku sudah anjlok ke bumi.” Karena saya terus di kritik, diprotes dan di marahi oleh orang-orang yang saya layani, ya saya mengadu kepada Tuhan, “bagaimana ini Tuhan, mana mungkin saya mampu melayani mereka yang begitu banyak kelompok kecil di sini, belum lagi yang di Tapaktuan ada 8 kelompok, di Takengon ada 13 kelompok, belum lagi di Sinabang dan pulau-pulau lainnya dan juga Meulaboh. Saya juga sudah mencoba ajak dari Medan tidak ada yang mau, saya ajak dari Tanjung tidak ada juga yang mau, dari Jakarta saya juga ajak tetap saja tidak mau ke Aceh. Saya terus bergumul kepada Tuhan, dalam hati saya ladang sudah menguning, tetapi penuai sangat sedikit.
Pada akhirnya Tuhan menjawab lewat ayat-ayat Firman Tuhan yang meneguhkan saya dan juga suami yaitu Bpk. Siregar untuk mendirikan STT. Dengan petunjuk dari Tuhan, kami mulai mencari tanah di Sidikalang, karena kalau di Aceh didirikan sangatlah tidak mungkin. Saya dan suami mencari daerah perbatasan antara Aceh Singkil dan Dairi, dan ternyata Tuhan tunjukkan di jalan Rimo Bunga. Yang pada saat itu saya melayani secara pribadi sebuah keluarga yang merupakan tuan tanah. Selesai melayani mereka sekeluarga, kemudian suaminya berkata kepada saya, “bu, saya dengar ibu mau buka kampus dan beli tanah ya bu?”. Lalu diapun menunjukkan satu tapak dan kami berdoa disitu dengan mengatakan “kalau ini kehendakMu Tuhan berikanlah dana”. Puji Tuhan, Tuhan jawab doa saya. Teman-teman yang ada di Amerika dan luar negeri lainnya mau membantu saya dalam dana. Tidak tanggung-tanggung mereka membantu. Bantuan dana perdana mereka berikan sebesar Rp.30.000.000 untuk digunakan membeli pertapakan. Pada saat itu untuk mendahulukan pembelian pertapakan itu ialah uang ibu Vera, yaitu pertapakan SD Mulia dan STTOI yang sekarang ini, setelah bantuan datang saya segera menjumpai ibu Vera dan mengembalikan uang yang sudah saya pakai untuk membeli pertapakannya. Tetapi ibu Vera menolak uang saya itu dan menyuruh saya untuk memakai uang itu untuk membangun kantor STTOI. Dan puji Tuhan kantor itu berdiri, dan di namai sebagai kantor Doulos.
Nah sehingga, berdirilah STTOI. Tetapi pada waktu itu karena belum lagi di bangun, kami mulai di Jln. Sisingamangaraja No. 81, sekarang sudah di rubah menjadi pasar Sasta. Itulah rumah yang harganya Rp. 2.500.000, tetapi luar biasa dengan harga Rp. 2.500.000 sewa setahun, terdiri dari 5 kamar serta ada ruangan untuk local, untuk kantor. Di situlah kami selama setahun untuk angkatan pertama dan peresmiannya diadakan di hotel Dairi. Nah itulah sejarah mulainya STTOI dan saya rekrut ada 18 orang Mahasiswa pertama dari Aceh, serta bersamaan dengan kami datang bapak Bupati Tumanggor. Kami juga kesana berdoa. Bulan 7 sudah kami siapkan semuanya, karena di bulan 8 lah diresmikannya STTOI.
Inilah yang menjadi sejarah awal STTOI.
Kemudian setelah di beli tanah, kami kembali berdoa untuk bangunan. Lalu Tuhan kirimlah teman dari Amerika untuk berjumpa secara langsung. Kemudian meminta saya menyampaikan visi misi, tentang apa yang akan saya lakukan agar kabar baik bisa terdengar sampai ke pelosok sampai ke ujung-ujung bumi. Dimana pintu-pintu tebal berlapis menghalangi tetapi kasih Kristus harus diberitakan sampai ke tempat-tempat tertutup, agar jiwa-jiwa diselamatkan. Mereka mendukung saya serta setuju untuk membantu saya dalam dana untuk pembangunan kampus.
Sudah setahun lamanya kami menunggu, tetapi bantuan itu belum juga datang. Kami tidak tahu apa yang menjadi alasan yang pasti penundaan pengiriman dana tersebut, karena mereka hanya mengatakan bahwa mereka belum bisa mengirim dana itu. Tahun berikutnya, atau tahun kedua setelah permintaan sponsor itu, mereka mengatakan kepada saya, agar saya langsung datang ke Amerika untuk presentasi agar orang Amerika itu lebih yakin jika orangnya datang dan langsung mempresentasikannya kepada mereka. Puji Tuhan, saya sangat senang mereka undang ke Amerika, ya walaupun saya ke sana harus presentasi juga, tetapi saya tetap katakan “oke”. Sebelum saya ke Amerika saya terus berdoa kepada Tuhan, supaya Tuhan mampukan saya untuk bisa kembali fasih berbicara dalam bahasa Inggris, karena sudah 15 tahun saya tidak lagi pernah menggunakannya. Tentunya dengan kasih karunia Tuhan, saat saya ke Amerika Tuhan mampukan saya. Saya presentasi di banyak gereja, persekutuan dan pertemuan bahkan kepada pribadi-probadi maupun keluarga-keluarga, mereka mengatur pertemuan saya dengan mereka semua.
Tidak sampai satu tahun kemudian, sudah terkumpul dana dan dimulai pembangunan. Yang sekarang bangunan itu bernama Hosana dan Imanuel sampai ke belakang. Doulos itu dari Ibu Vera, Chapel itu dari hasil pemberian orang-orang Amerika yang mereka berikan khusus untuk saya tetapi saya gunakan untuk pembangunan Chapel, serta dibantu kekurangan lainnya di tutupi oleh Ibu Vera. Ketika saya juga mendapatkan berkat dalam berupa uang, saya selalu mengatakan bahwa itu adalah uang Tuhan bukan uang saya, sehingga saya benar-benar berserah pada pimpinan Tuhan dalam mempergunakan uang tersebut.
Bangunan-bangunan lainnya, seperti perumahan dosen-dosen, itu menyusul tahap pembangunannya, hingga akhirnya ada pada saat ini. Saat itu juga ada seorang teman dari Amerika yang memberikan bantuan dana dalam bentuk persembahan, yang kemudian saya mempergunakannya untuk membangun rumah di belakang yang dinamai sebagai rumah Kasih dan Bethel. Karya Tuhan atas STTOI tidak berhenti sampai di situ, tahun demi tahun Tuhan terus kirimkan anak-anak Tuhan untuk membantu tahap pembangunan STTOI ini. 5 tahun kemudian, ada juga teman datang yang menawarkan bantuan. Kemudian saya memberi respon dengan mengatakan bahwa saya rindu didirikannya bangunan permanen asrama, dan Puji Tuhan ditanggapi mereka dengan penuh kasih, merekapun mengirim dananya. Hingga saat ini kita bisa melihat bangunan asrama yang bernama asrama Damai saat ini.
Jadi setiap ada dana pelayanan yang masuk untuk saya pribadi selalu saya pakai untuk membangun kekurangan-kekurangan yang ada di STTOI ini. Seperti alat musik, kendaraan, dan sarana serta prasarana lainnya yang dibutuhkan STTOI. Saya tidak pernah merasa rugi ketika memberikan uang yang harusnya saya pakai untuk diri saya sendiri, tetapi malah saya pakai untuk STTOI. Karena saya memegang teguh firman Tuhan yang berkata “lebih baik memberi daripada menerima”, serta yang tertulis dalam Amsal 11:24-25, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan.Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum”. Puji Tuhan saya tidak pernah berkekurangan, malahan semakin berkelimpahan, dan itulah yang terjadi sampai sekarang. Terpujilah Tuhan.
Setelah semua bangunan di STTOI berdiri, kemudian saya memikirkan tentang legalitas untuk STTOI. Saya mulai mengurus izin mendirikan Sekolah Alkitab. Saya pergi ke kantor DEPAG, dan bertemu dengan Bapak Saut Hasugian sebagai pimpinan. Saya menyampaikan kepada beliau bahwa saya mendirikan satu kelas di Sekolah Alkitab di Sidikalang, supaya ada pelayan Tuhan yang benar, unggul dan terpercaya melayani jiwa-jiwa. Mendengar perkataan saya, bapak itu setuju dan sangat mendukung, dan karena ternyata bapak itu adalah orang Pak-Pak yaitu Kesugian bukan Hasugian, jadi bapak itu sangat senang kalau di buka sekolah Alkitab di daerahnya, serta beliau juga bersedia membantu saya. Beliau juga menyarankan supaya saya tidak sekedar mendirikan sekolah Alkitab tapi mendirikan sebuah yayasan saja. Karena saya belum pernah membuka yayasan dan sayapun tidak mengerti bagaimana mengurus yayasan karena memang saya dulunya hanya seorang ibu rumah tangga, saya langsung mengatakan kepada bapak Hasugian bahwa saya tidak mampu mendirikan yayasan. Tetapi bapak Hasugian memberi jalan keluar bahwa beliau akan mau membantu saya untuk mengurus yayasan dan sampai akte yayasan selesai. Puji Tuhan, beginilah kalau Tuhan berjalan di depan kita, maka apa yang tak pernah kita pikirkan, Tuhan sendiri yang sediakan.
Tiga bulan kemudian akte yayasan sudah siap dan sudah keluar dari pusat yaitu Jakarta. Saya benar-benar bersyukur dan semakin takjub akan pekerjaan tangan Tuhan.
Kemudian saya tidak puas jika hanya sampai disitu saja, saya masih terus meminta lewat doa-doa saya kepada Tuhan. Saya meminta supaya Tuhan senantiasa kirimkan jiwa-jiwa supaya ada angkatan selanjutnya. Bukan hanya berhenti di angkatan pertama saja. Supaya boleh dihasilkan banyak jiwa yang nantinya akan menjadi hamba Tuhan yang benar, unggul dan terpercaya. Bukan hanya meminta, tetapi apapun yang saya alami, saya rasakan, permasalahan ataupun keinginan, saya selalu membawanya di dalam doa. Saya terus berdoa, berdoa dan berdoa. Benar-benar doalah yang diandalkan.
Puji Tuhan doa saya di jawab Tuhan satu persatu, Tuhan terus mengirimkan jiwa-jiwa ke STTOI. Yang menjadi persoalannya, setiap jiwa yang datang pasti minta di sponsori, sedangkan di STT lain, semua dibayar dan sangat mahal. Namun, dengan iman saya menerima mereka dan mensponsori mereka. Puji Tuhan ada-ada saja berkat Tuhan dari mana saja. Mereka semua dapat tersponsori saya pun semakin Tuhan berkati. Karena memang dari awal saya sudah mengikat perjanjian dengan Tuhan, kalau saya tidak mau meminta-minta uang sama orang, harus Tuhan yang ngantar, dan memang Tuhan selalu menggenapi janjiNya itu. Mulai dari merintis tahun 1998-sekarang, berkat-berkat Tuhan selalu datang. Dalam Yesaya 60:1-2, Firman Tuhan yang datang dan berkata “bangkitlah, dan menjadi teranglah. Kegelapan meliputi bangsa-bangsa namun kemuliaanKu ada padamu dan bangsa-bangsa akan datang untuk melihat kemuliaanKu padamu.” Dan ini sejajar dengan pembangunan Gereja Misi Injili Indonesia (GMII) di jalan Makam Pahlawan, karena memang setiap mahasiswa harus dilatih untuk bisa melayani dalam berbagai bidang pelayanan lewat GMII ini yang mengayomi para mahasiswa.
Itulah cara Tuhan yang setiap tahun Tuhan terus kirimkan jiwa-jiwa untuk menjadi hamba Tuhan. Saya juga percaya lewat hamba-hamba Tuhan yang di hasilkan dari STTOI menjadi hamba Tuhan yang benar, hidup baru serta memiliki jiwa Injili dan kuasa dalam doa. Tidak seperti hamba-hamba Tuhan yang banyak saat ini, yang suka kedukun, suka berkelahi, dan melakukan hal-hal yang disukai oleh dunia. Sehingga tidak ada kuasa dalam berdoa serta jiwa injilipun tidak ada pada mereka. Hamba Tuhan yang sebenarnya pun harus memiliki jiwa yang militan dalam melayani.
Hal ini pun menular ke gereja-gereja lewat mahasiswa/I yang dihasilkan oleh STTOI, para gembala-gembala gereja jadi penasaran dan ingin tahu rahasianya untuk dapat memiliki jiwa penginjilan, kuasa dalam doa, dan cara untuk menyelamatkan orang-orang. Mereka menjumpai saya, dan sayapun menjelaskan kepada mereka bahwa keselamatan itu sejak semula sudah Tuhan Yesus sediakan, kita sebagai hamba Tuhan hanya tinggal menyampaikan saja kepada orang-orang.
Terpujilah Tuhan, kerinduan Tuhan dan saya terwujud lewat berdirinya STTOI yang unggul dan terpercaya. Memiliki mahasiswa/I yang berhati militan, semangat melayani, memiliki kekudusan hidup serta mengerti arti kebenaran yang sesungguhnya.